Kacamata 3D adalah
kacamata yang membuat gambar pada film seperti adegan 3 dimensi yang terjadi
tepat didepan pemakainya. Dengan objek yang keluar masuk layar dan seolah
menuju ke arah pemakainya, membuat pemakainya merasa menjadi bagian dari adegan
film 3D tersebut. Adapun yang menjadi prinsip dasar dari teknologi 3D, yaitu Binocular
Vision (Penglihatan Binokular).
Binocular berasal
dari dua kata bahasa Latin, bini untuk ganda, dan oculus untuk
mata. Binokular adalah alat yang dipegang dengan tangan dan dipakai untuk
membesarkan benda jauh dengan melewati tampilan dua rentetan lensa dan prisma
yang berdampingan. Prisma dipergunakan untuk mengembalikan tampilan dan
memanfaatkan cahaya lewat refleksi internal total. Binokular menghasilkan
bayangan yang benar dan tidak terbali seperti teleskop. Dapat dikatakan
binokular adalah dua teleskop yang dijadikan satu menghasilkan penglihatan 3
dimensi bagi pemakainya.
Manusia
lahir dengan dua buah mata dan sistem penglihatan binokulas yang sangat luar
biasa. Untuk objek dengan jarak lebih dari 20 kaki (6 sampai 7 meter), sistem
binokular membuat kita mudah menentukan seberapa jauh jarak objek tersebut
secara akurat. Sebagai contoh, jika ada beberapa objek didepan, kita akan
dengan mudah mengetahui objek mana yang lebih jauh dan objek mana yang lebih
dekat, serta seberapa jauhnya objek tersebut dengan kita. Namun apabila salah
satu mata ditutup, maka kita akan tetap bisa memperkirakan jarak, hanya saja
keakuratan perkiraan jarak akan menurun.
Sistem
penglihatan binokular berdasarkan pada kenyataan bahwa dua mata kita terpisah
dengan jarak 2 inch (5 cm). Dengan demikian setiap mata melihat
dunia dari perspektif yang sedikit berbeda dan otak menggunakan perbedaan
tersebut untuk menghitung jarak secara akurat. Otak memiliki kemampuan untuk
mengkorelasikan dan memperkirakan posisi, jarak, bahkan kecepatan suatu benda
melalui data yang diperoleh dari sistem binokular mata.
Oleh karena itulah untuk menonton
film 3D diperlukan memakai kacamata 3D untuk mengumpan gambar yang berbeda pada
mata. Layar sesungguhnya menampilkan dua gambar, dan kacamata menyebabkan satu
gambar masuk ke satu mata, dan gambar lainnya masuk ke mata yang satunya.
Kacamata 3D dikategorikan menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Kacamata 3D aktif
berinteraksi secara nirkabel dengan gambar pada layar untuk meningkatkan
tampilan 3D, sedangkan kacamata pasif tidak, kacamata pasif dibagi dua
subkategori utama, yaitu kacamata anaglyphic(sistem
warna merah/hijau atau merah/biru) dan kacamata terpolarisasi.
a. Sistem Warna Merah/Hijau atau Merah/Biru (Anaglyphic)
Kacamata ini digunakan untuk televisi
efek 3D dan di banyak film 3D. dalam sistem ini, dua gambar yang ditampilkan
pada layar, satu merah dan lainnya dengan warna hijau atau biru. Filter pada
kacamata hanya mengizinkan satu gambar untuk masuk ke setiap mata, dan otak
kita melakukan sisanya. Di layar, dua gambar didominasi merah dan hijau atau
biru diproyeksikan dengan menggunakan proyektor tunggal. Penonton diberi
kacamata 3D dengan satu lensa merah dan biru atau hijau lainnya tergantung pada
warna film. Bagian merah dari gambar terhalang oleh lensa hijau dan sebaliknya.
Ini memungkinkan dua retina untuk membentuk dua gambar yang berbeda dan
karenanya ilusi optik kedalaman diciptakan.
Namun, warna penyaringan oleh lensa
terdistorsi warna akhir dan banyak diantara penonton menonton film 3D mengeluh
sakit kepala dan mual. Kualitas gambar juga rendah tidak sebagus sistem
polarisasi.
b. Sistem Polarisasi
Dua proyektor disinkronkan pada
proyek dua pandanagn masing – masing ke layar, masing- masing dengan polarisasi
yang berbeda. Kacamata hanya mengizinkan salah satu gambar ke setiap mata
karena mengandung lensa dengan polarisasi yang berbeda. Kacamata terpolarisasi
pasif beroperasi atas dasar yang sama seperti kacamata anaglyphic, hanya
saja kacamata ini lebih kepada menyaring gelombang cahaya daripada warna. Satu
lagi, dua gambar yang identik dan sedikit tumpang tindih, kecuali dalam hal ini
setiap gambar terpolarisasi untuk memproyeksikan cahaya yang berbeda dari yang
lain.
Dengan
kacamata 3D terpolarisasi, setiap mata hanya memproses satu gambar sehingga
pikiran kita tertipu untuk memadukan dua gambmar menjadi satu, menciptakan
pengalaman menakjubkan 3D. berbeda dengan 3D anaglyphic, yang dapat
diproyeksikan dari layar manapun, 3D polarisasi bekerja lebih baik dengan layar
yang dapat menyampaikan frekuensi tanpa pengorbanan kualitas gambar.
Film 3D
Sekitar 57 tahun yang
lalu, tepatnya pada bulan Desember 1952, dimulai trend film 3D dibioskop. Namun
hanya dalam dua tahun, trend tersebut menghilang, terutama karena masalah
teknik yang digunakan. Efek 3D tidak terlalu mengesankan, yang terlihat
hanyalah gambar bayang – bayang apabila kepala sedikit bergerak. Bahkan, banyak
penonton yang sakit kepala saat melihat tayangan 3D tersebut. Pada
bioskop – bioskop Imax, efek 3D memang masih ada, namun hanya untuk film – film
pendek. Tidak ada untuk feature film yang berdurasi 90 menit atau lebih.
Teknisnya, prinsip dasar yang
menjadi basis untuk sebuah film 3D adalah reproduksi gambar secara
stereoscopic. Artinya gambar – gambar ditampilkan secara berpasangan, terpisah
untuk masing – masing mata. Gambar – gambar ini harus diposisikan secara
proporsional satu sama lain sehingga dari kedua gambar yang berbeda tadi
terbentuk efek gambar tida dimensi di benak penonton. Sebuah kacamata khusus
diperlukan agar mata lebih optimal menangkap efek gambar tiga dimensi tersebut.
Teknologi 3D
1. XPAND
Hanya bekerja dengan
sebuah proyektor dan lensa pengatur cahaya. Dengan mengurangi cahaya pada salah
satu mata secara sinkron, tidak ada risiko saat mata kiri harus melihat gambar
untuk mata yang kanan. Pemisahan tegas ini menghemat biaya teknis yang diperlukan
pada sistem-sistem yang lain. Sebuah layar khusus tidak diperlukan. Namun,
bioskop harus menyediakan kacamata yang mahal karena harus menggunakan baterai
tersendiri dan berfungsi dalam waktu tertentu saja. Setelah itu, kacamata harus
diganti.
Teknologi ini dulunya
bernama nuvision dan bekerja dengan sebuah lensa pengatur
cahaya dan proyektor. Gambar diproyeksikan
secara bergantian untuk mata kiri dan kanan. Lensa pengatur cahaya yang
dikendalikan melalui inframerah dan dioperasikan dengan baterai akan mengurangi
cahaya pada masing-masing mata, terutama pada saat sebuah gambar tidak harus
terlihat oleh mata tersebut. Lantaran bekerja tanpa polarisasi, teknologi ini
dapat menggunakan jenis layar apa saja.
+Tidak pakai layar perak
- Kacamata mahal
2. REAL D
Melakukan polarisasi
cahaya dan membutuhkan sebuah layar khusus yang dilapisi dengan perak. Layar
putih biasa akan menganggu polarisasi karena cahaya menyebar saat terjadi
refleksi cahaya. Sebuah Z-Filter yang berputar akan memaksa cahaya masuk ke
sebuah struktur gelombang berbentuk spiral yang berbeda untuk setiap mata.
Kacamata pasif hanya melewatkan gelombang cahaya yang sesuai untuk
masing-masing mata. Pada teknik Real D, setiap frame seluloid ditampilkan
selama tiga kali per detik untuk masing-masing mata sehingga tidak terjadi
flicker yang memutar hingga 144 gambar per detik. Pada prinsipnya, setiap DLP
proyektor 144 Hz dapat diubah menjadi sebuah sistem Real D. Kelebihannya,
lantaran menggunakan struktur gelombang sirkular, kualitas efek 3D tidak akan
menurun meskipun kepala dan pandangan kita dimiringkan.
Proyektor akan
menampilkan gambar secara bergantian melalui Z-Filter ke sebuah layar perak.
Proyektor ini akan mengubah cahaya untuk masing-masing mata dengan menggunakan
polarisasi sirkular. Kacamata hanya untuk melewatkan cahaya yang sesuai.
+ Kepala boleh miring
- Memerlukan layar perak
3. DOLBY 3D DIGITAL CINEMA
Menampilkan
gambar-gambar yang terpisah untuk masing-masing mata secara
bergantian. Namun, teknik ini memisahkan
gambar dengan cara mengubah panjang gelombang cahaya. Untuk penyesuaian panjang
gelombang tersebut, digunakan sebuah color filter wheel yang telah
disinkronsasi. Kacamata khusus hanya melewatkan
gelombang cahaya yang ditentukan untuk
masing-masing mata dan yang dihasilkan oleh color filter wheel. Lantaran tidak
menggunakan teknik polarisasi, tidak dibutuhkan layar perak. Selain itu, color
filter wheel juga mengesampingkan sebuah proyektor tambahan. Namun, teknik dan
kacamata ini sangat mahal.
Sebuah
color filter yang berputar akan mengganti panjang gelombang pada gambar- gambar
yang diputar secara bergantian untuk masing-masing mata. Sebuah kacamata
interferensi akan menyaring semua panjang gelombang, kecuali yang sengaja
dihasilkan untuk masing-masing mata.
+ Tidak harus menggunakan layar perak
- Perlengkapan mahal
4. DOUBLE PROJECTION
Teknik yang diterapkan
pada bioskop-bioskop Imax. Membutuhkan dua proyektor yang masing-masing
menampilkan gambar untuk mata kiri dan mata kanan. Di sini, cahaya juga
dipolarisasi, namun melalui sebuah filter linear. Namun, efek 3D tidak akan
terasa begitu kita memiringkan kepala. Selain itu, diperlukan sebuah layar
perak. Keuntungan terbesarnya dengan dua proyektor ini adalah penggunaan dua
proyektor akan menghasilkan brightness yang memadai untuk layar yang besar.
5. 3D Home Theater
Inovasi yang akan hadir
selanjutnya lantaran teknologi untuk menampilkan film 3D masih begitu mahal,
produsen proyektor home theater masih menahan diri. Saat ini, belum ada produk
dengan teknologi yang telah diulas tadi ditawarkan dengan harga yang
terjangkau. Namun, Pixar, DreamWorks dan banyak studio film lainnya akan segera
mengeluarkan lebih banyak film 3D. Semuanya hanyalah masalah waktu, sampai
salah satu dari keempat teknologi 3D ini merambah home theater.
0 komentar:
Posting Komentar